September 3, 2009

Menuliskan Apa yang Terlintas di Pikiran

Restoran sunyi. Tak ada suara terdengar kecuali dari jangkrik yang bernyanyi dan hewan malam yang bercakap-cakap dengan bahasa tubuh dan sinar mata yang memantulkan cahaya bulan. Tak ada suara manusia, bahkan dari dua orang yang duduk bersama di sana.


Maya dan Praha menempati meja pojok. Sudah dua puluh menit berlalu sejak mereka duduk dalam diam. Kesunyian sungguh mengusik. Kecanggungan meningkahi, membuat keduanya tak sanggup menyatakan apapun yang terlintas di pikiran. Bahkan untuk bernapas pun mereka ragu, sehingga tiap tarikan napas diatur sedemikian rupa agar tidak menimbulkan suara.


Maya bergidik. Udara telah terlalu dingin. Praha menatap lembut wanita di depannya. Menuntaskan kesunyian.


"Mau pulang?"


Maya diam.


Aku tidak mau pulang. Karena pulang berarti berpisah dengan kamu. Karena aku tidak tahu kapan bisa bertemu kamu lagi seperti saat ini. Saat aku bisa dekat dengan kamu. Meskipun diam. Meskipun aku dan kamu sama-sama tak tahu apa-apa.


Maya diam. Lalu meraih dompet untuk membayar makanannya.

June 8, 2009

Mencari Setitik Embun - Bagian II

Orang bertanya sana-sini,
"Bagaimana?"
Ingin sekali ia menjawab pasti,
"Semua baik-baik saja."
Ditambah seulas senyum andalan.

Dimana kalian,
Wahai pemicu-pemicu gairah?
Para pengubah nasib!
Disini ia butuh kalian.
Meski ia sendiri masih bertanya-tanya, siapa atau apa.
Wahai yang menghidupkan semua yang mati suri.
Malaikat pembawa lilin saat dingin.
Kemari, kemari.
Sebelum ia mati karena dirinya sendiri.

Mencari Setitik Embun - Bagian I

Alunan musik dan lirik
Senin sampai Jumat
Tak ada bisik-bisik
Semua sudah dikenal dekat sampai penat

Pensil dan kertas, kesayangannya
Huruf, angka, huruf saja
Tak bergambar, seperti biasa
Apa pesonanya perlahan meniada?

Udara sejuk membuat gerah
Bahkan yang seperti rumah membikin jengah

March 29, 2009

Tentang Air Mata

Sesak
Terlalu penuh di dalam sini
Ruang hati tak sanggup lagi memberi
Tumpangan
Pertahanan
Kekuatan menyembuhkan

Sebenarnya sungguh ia tak diinginkan

Namun ia sudah jatuh
Terus tak terkendali
Berjalan turun perlahan
Seakan ragu untuk menyusuri jalan
Memahami hati yang masih tak ingin
Meski akhirnya memilih untuk membiarkannya dibelai angin

Kau ucapkan kata
Empat huruf saja

Namun adakah berarti lagi?

Karena ia sudah jatuh
Dan meninggalkan bekas di hati

The Beatles - All You Need Is Love

Love, love, love.
Love, love, love, love, love, love.
Love, love, love.
Love, love, love, love, love, love.
Love, love, love: It's easy! Ooh!

There's nothing you can do that can't be done.
Nothing you can sing that can't be sung.
Nothing you can say but you can learn how to play the game
It's easy.

There's nothing you can make that can't be made.
No one you can save that can't be saved.
Nothing you can do but you can learn how to be you in time
It's easy.

All you need is love
All you need is love,
All you need is love.
Love is all you need.

There's nothing you can know that isn't known.
Nothing you can see that isn't shown.
Nowhere you can be that isn't where you're meant to be.
It's easy.

All you need is love
All you need is love,
All you need is love, love
Love is all you need.

Crita - Bagian II

"Siapa?" Mulut-mulut brahmana.

"Aku Srikandi. Putri Prabu Drupada dan Dewi Gandawati."
Tegak ia berdiri.
Angin di sekitarnya berhenti.
Menanti ia berkata lagi.

"Apa maksudmu?" Brahmana.

"Cukup aku dan para dewa yang mengerti. Tak perlu kalian tahu."

"Tetapi ini Arjuna. Kami berhak tahu. Dan siapa kamu, mengaku nomor satu?"

Pada brahmana para dewa berkisah lagi,
"Srikandi seorang senapati dalam Pandawa.
Sesungguhnya mungkin ia seorang yang satria pula, hanya ia tak menyadari.
Dalam Mahabharata Bumi Manusia dikisahkan,
Arjuna telah lama mengenalnya.
Diajarkannya pada Srikandi ilmu panah dan yang lain yang dikuasainya.
Arjuna telah memberi banyak tanpa menyadarinya."

"Tapi itu tidak berarti ia lebih pantas daripada para dewi."
Pikat dewi luar biasa.
Ataukah itu hasrat, yang tercermin di mata mereka?

Bijaksana.
Para dewa terdiam sejenak lalu bicara.
"Hanya satu yang ingin kami tahu."

Debar jantung Srikandi serupa derik gerinda.
Apa ia siap dipermalukan, di hadapan para brahmana?
Namun kegundahan tak ditunjukkannya.

"Yakinkah yang ada di hatimu, ataukah semata nafsu ingin menantang dunia?"

Barisan krisan menanti jawaban.
Lebah madu menunggu.

Dan Srikandi bersemu laksana buah surga yang memikat hati Adam.

"Selama ini aku mencari dan menanti.
Dari setiap yang datang dan pergi.
Belum pernah aku menemukan lagi.

Mungkin menurutmu aku tidak sebanding dengan para dewi.
Tetapi tidak apa yang ada di dalam hati.
Hanya kesungguhan yang ada disini."

"Dan belum pernah niatku sekuat ini."

Para dewa bangga.

Brahmana diam, meskipun wajah mereka tidak bahagia.
Angin memperoleh kembali kekuatannya.
Lebah madu dan barisan krisan terbuai menatap awan.

Srikandi tersenyum.
Dan sungguh belum pernah ia tersenyum seperti itu.

March 13, 2009

Crita - Bagian I

Bersahaja.
Alam semesta menatapmu bangga.
Dedaunan, mendesah manja, "Kau sang Arjuna."

Menatap sang wanita.
"Dia bagaikan dewi." Barisan krisan terkesan. Sahut-sahutan.
"Tidak! Dia biasa saja." Lebah madu mengadu. Tidak setuju.

Dan sungguh para dewa berkisah pada brahmana,
"Arjuna seorang yang satria. Sebaik-baiknya satria.
Bahkan dewi akan menyerahkan diri padanya tanpa diminta.
Ya, dewi, yang dipuja dari tundukan langit hingga tengadah tanah.
Arjuna pun mabuk oleh daya tariknya seketika."

Dari sudut, suara gadis sampai di telinga.
"Aku lebih pantas dari mereka."
Suara Srikandi.
Memberanikan diri.